Aneh, aku sering melihat orang-orang
itu penuh dengan kekesalan saat mendengar kata Long Distane Relationship. Apa
yang ditakutkan? Jalanin hubungan dengan pasangannya saja belum, udah asal
bilang kalau status tentang jarak jauh itu menyeramkan, “Huuh dasar manusia,
sudah terbiasa dengan nilai negatifnya sebelum dia tau apa isi yang sebenarnya
di dalam kemasan.”
Pertemuan kita dua minggu yang lalu benar-benar belum bisa aku lupakan.
Kamu hadir, Krish. Tatapan matamu masih terlihat jelas, walau saat ini kau
hadir lewat sebuah foto yang hanya kugenggam keras ditanganku.
Tahukah kamu, Krish. Alasanku memilihmu karena hati. Aku melihat kamu
berbeda dengan pria-pria yang sering aku kenal dan jumpai. Kamu pendiam, saat
orang-orang sibuk dengan gaya berbicaranya yang mengarah merayuku, kamu malah
asyik terlihat diam dengan buku dan note book kecilmu.
Aku mengambil ponselku dari atas meja, mengetik pesan untukmu.
“Ah, Kris. Kenapa sih kamu cepat
berlalu untukku?”
Kedua sudut bibirku menutup rapat barisan gigi yang sedang terbuka lebar.
Entah apa yang aku rasakan, saat ini perasaanku benar-benar merindukanmu. Aku
egois, belum begitu lama kamu pergi dari kota ini, aku sudah kembali
menyalahkan dan memintamu untuk datang kembali.
Berselang lima menit kemudian suara ponselku bergetar dan berbunyi. Aku
hanya memperhatikan layar ponselku. Dua sampai tiga kali pemanggil misterius
itu membisingkan telingaku dari suara nada dering ponselku.
“Halo, selamat malam kelinci maduku” suara laki-laki itu terdengar
menyapaku.
“Ahhh, kamu! Kenapa harus pakai private
number sih? Hampir saja aku nggak mau angkat telpon dari kamu” aku
tersenyum sambil memegang ponsel dan foto di tangan kiriku.
“Bukannya kamu udah abaikan telpon aku sebelumnya kan? Dasar kelinci,
kalau nggak dapat wortel di dalam rumahnya gelisah benar.”
“Tapi, aku sudah angkat sekarang kan,” aku terdiam “Ahh sudaah, jangan
bahas wortel lagi. Lagi apa kamu di sana?.”
“Sabar ya, aku pergi untuk beberapa bulan saja, sayang. Nanti kalau
urusanku sudah selesai, kita langsung persiapkan hubungan kita yang lebih jauh
membangun rumah tangga. Coba deh kamu lihat kalung yang sama-sama kita
gantungkan di leher kita?”
“Krish,” aku memegang kalung yang mengikat cincin di dekat dadaku
“Sudah, iya aku melihat nama kita, kamu dan aku terukir jelas dengan lambang love di tengah nama kita.”
“Kamu genggam kalung itu, lalu lebih dekatkan ponsel yang kamu genggam
di dekat telinga.”
“Ada apa, Kris?” aku bingung dengan ucapannya.
“Aku sayang kamu, walau jarak diantara kita berjauhan. Aku selalu
berharap kita dekat dalam satu lambang cinta di hati kamu dan aku.”
Aku mendengar ucapan-ucapanmu selalu memberikan kepercayaan yang selalu
kau jaga dengan tulus, Kris. Kamu selalu bisa menghiburku, menenangkan
pikiran-pikiranku selama ini. ssesuai katamu “Walau jarak kita jauh, tapi hati kita selalu dekat dengan cincin yang
melingkari kalung pertunangan kamu dan aku”
“Terima kasih, pangeran kodokku. Kamu selalu bisa menenangkanku kapan
saja.”
“Ya sudah, aku tutup telponnya dulu ya. Di sini sudah malam dan besok
pagi aku harus sudah siap dengan tugas-tugasku. I love you.”
“Love yo too,” aku mengakhiri pangggilan itu “Terima kasih Tuhan, terima kasih karena engkau telah memberikan
seorang jodoh yang benar-benar selalu membuatku tenang.”
Dua tahun itu benar-benar berlalu dengan cepat, saat aku masih
mengenalmu di bangku kuliah, kamu nggak jauh berbeda sampai saat ini, Kris. Aku
kaget, saat kamu datang ke rumah dengan keluargamu. Kamu datang sesuai janji
yang sudah aku dengar di malam penuh bintang saat kita berdua berjalan-jalan di
pinggir pantai.
Satu hal yang selalu kuingat, kamu jarang berjanji untuk membuatku
kecewa. Kamu selalu memberikan pertemuan-pertemuan kita selalu dengan kejutan
yang sengaja selalu kamu sembunyikan.
Sambil menunggumu pulang nanti, aku sudah mempersiapkan hal yang sengaja
aku buat dan sembunyikan. Aku, kamu dan calon keluarga kita nanti selalu
bersama di dalam rumah yang ramai dengan tawa.
Aku harap kamu kembali dengan cepat. Kamu seperti rembulan, Kris. Walau
banyak bintang yang tersenyum menyapaku, kamu seorang yang bisa memberikan
cahaya malam dengan mimpi-mimpi indahku menjelang pagi dan sang surya berkilau
menegurku untuk membuka mata.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar