Nenek tua yang kulihat di gubuk itu selalu memakai syal
untuk menutupi lehernya yang sudah keriput. Ia tinggal seorang diri.
Keluarganya telah pergi entah kemana. Dari pagi ia sudah mencari kayu bakar
untuk memasak air dan menanak nasi. Umurnya yang hampir setengah abad itu tak
membuatnya lemah. Ia selalu mengangkat tumpukan kertas hasil cariannya untuk
ditukarkan dengan seliter beras. Tubuhnya sangat kurus. Tinggal kulit pembalut
tulang.
Siang harinya ia tak pernah
di rumah. Ia pergi ke warung makan untuk mencuci piring. Aku pernah sesekali
menyempatkan diri untuk bercakap dengannya. Tutur kata yang halus nan lembut
itu tak pernah kulupakan. Ia sangat menghormati tamunya. Apa yang ia punya
dikeluarkannya untukku walau hanya dua potong pisang goreng dan segelas air
putih. Aku sangat salut mendengar penuturan kisah hidup si Nenek tua itu.
Kepahitan yang harus ia telan saat suami tercinta harus pergi untuk selamanya
juga sang anak yang meninggalkannya karena tidak sanggup hidup dibawah garis
kemiskinan.